Bolehnya Istri Bersedekah Kepada Suami dan Anak-anaknya

Sedekah yang utama adalah yang diberikan kepada kerabat terdekat. Karenanya, seorang wanita boleh memberikan sedekah kepada suaminya, bahkan mengeluarkan zakatnya untuk suaminya, bila memang suami termasuk orang yang berhak memperolehnya, dari kalangan orang-orang yang tersebut dalam firman-Nya:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ‏‎ ‎لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ‏‎ ‎وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا‎ ‎وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ‏‎ ‎وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ‏‎ ‎وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَاِبْنِ‏‎ ‎السَّبِيلِ

“Sesungguhnya sedekah (zakat) itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang terlilit hutang, untuk fi sabilillah, dan ibnu sabil (musafir)….” (At-Taubah: 60)

Ini merupakan pendapat jumhur ulama, sebagaimana dinukilkan oleh Al-Imam Ash-Shan’ani rahimahullahu dalam Subulus Salam (4/67).

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu berkata, “Ulama berdalil dengan hadits ini (hadits Zainab Ats-Tsaqafiyyah radhiyallahu ‘anha yang akan disebutkan setelah ini, pent.) untuk membolehkan seorang wanita memberikan zakatnya kepada suaminya. Ini merupakan pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i, Ats-Tsauri, dua murid Abu Hanifah, dan salah satu dari dua riwayat Al-Imam Malik dan Al-Imam Ahmad.” (Fathul Bari, 3/415)

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu menyatakan, “Secara zahir, boleh bagi istri menyerahkan zakatnya kepada suaminya. Pertama, karena tidak ada larangan dalam hal ini. Dan siapa yang mengatakan tidak boleh, hendaklah ia mendatangkan dalil. Kedua (dalam hadits Zainab Ats-Tsaqafiyyah radhiyallahu ‘anha, pent.) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak minta perincian [1]. Berarti, sedekah di sini keberadaannya umum (mencakup yang sunnah dan yang wajib). Tatkala beliau tidak meminta perincian tentang sedekah tersebut apakah sifatnya sunnah ataukah wajib, seakan-akan beliau menyatakan (kepada Zainab), ‘Boleh bagimu memberikan sedekah kepada suamimu, sama saja baik sedekah yang fardhu (yaitu zakat, pent.) atau yang sunnah’.” (Nailul Authar, 4/224)

Zainab Ats-Tsaqafiyyah, istri Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, pernah minta izin menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika disebutkan nama Zainab di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bertanya:

أَيُّ الزَّياَنِبِ؟ فَقِيْلَ:‏‎ ‎امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُوْدٍ. قَالَ:‏‎ ‎نَعَمْ، ائْذنُوا لَهَا. فَأُذِنَ‏‎ ‎لَهَا، قَالَتْ: يَا نَبِيَّ اللهِ،‏‎ ‎إِنَّكَ أَمَرْتَ الْيَوْمَ‏‎ ‎بِالصَّدَقَةِ، وَكَانَ عِنْدِي‎ ‎حُلِّيٌ لِي، فَأَرَدْتُ أَنْ‏‎ ‎أَتَصَدَّقَ بِهَا، فَزَعَمَ ابْنُ‏‎ ‎مَسْعُوْدٍ أَنَّهُ وَوَلَدَهُ‏‎ ‎أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ‏‎ ‎عَلَيْهِمْ. فَقَالَ النَّبِيُّ n: ‎صَدَقَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ، زَوْجُكِ‏‎ ‎وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ‏‎ ‎تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيهِمْ

“Zainab yang mana?” Dijawab, “Istri Ibnu Mas’ud.” Beliau berkata, “Iya, izinkan dia masuk.” Maka diizinkanlah Zainab, ia bertanya, “Wahai Nabiyullah! Engkau hari ini memerintahkan kami bersedekah. Aku memiliki perhiasan, aku ingin menyedekahkannya. Namun Ibnu Mas’ud menganggap bahwa dirinya dan anaknya adalah orang yang paling pantas memperoleh sedekahku itu.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Benar kata Ibnu Mas’ud, suami dan anakmu adalah orang yang paling pantas mendapatkan sedekahmu tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 1462)

Dalam riwayat lain disebutkan, Zainab Ats-Tsaqafiyyah radhiyallahu ‘anha berkata:

كُنْتُ فِي الْمَسْجِدِ فَرَأَيْتُ‏‎ ‎النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم،‏‎ ‎فَقَالَ: تَصَدَّقْنَ وَلَوْ مِنْ‏‎ ‎حُلِيِّكُنَّ. وَكَانتْ زَيْنَبُ‏‎ ‎تُنْفِقُ عَلَى عَبْدِ اللهِ‏‎ ‎وَأَيْتَامٍ فِي حِجْرِهَا.‏‎ ‎فَقَالَتْ لِعَبْدِ اللهِ: سَلْ‏‎ ‎رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم،‏‎ ‎أَيَجْزِي عَنِّي أَنْ أُنْفِقَ‏‎ ‎عَلَيْكَ وَعَلَى أَيْتَامِي فِي‎ ‎حِجْرِيْ مِنَ الصَّدَقَةِ؟‎ ‎فَقَالَ: سَلِي أَنْتِ رَسُوْلَ‏‎ ‎اللهِ صلى الله عليه وسلم.‏‎ ‎فَانْطَلَقْتُ إِلَى النَّبِيِّ‏‎ ‎صلى الله عليه وسلم فَوَجَدْتُ‏‎ ‎امْرَأَةً مِنَ الْأَنْصَارِ عَلَى‎ ‎الْبَابِ، حَاجَتُهَا مِثْلُ‏‎ ‎حَاجَتِيْ. فَمَرَّ عَلَيْنَا‎ ‎بِلاَلٌ، فَقُلْنَا: سَلِ‏‎ ‎النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم‎ ‎أَيَجْزِي عَنِّي أَنْ أُنْفِقَ‏‎ ‎عَلَى زَوْجِي وَأَيْتاَمٍ لِي فِي‎ ‎حِجْرِي. وَقُلْنَا: لاَ تُخْبِرْ‏‎ ‎بِنَا. فَدَخَلَ فَسَأَلَهُ،‏‎ ‎فَقَالَ: مَنْ هُمَا؟ قَالَ:‏‎ ‎زَيْنَبُ. قَالَ: أَيُّ‏‎ ‎الزَّياَنِبِ؟ قَالَ: امْرَأَةُ‏‎ ‎عَبْدِ اللهِ. قَالَ: نَعَمْ،‏‎ ‎وَلَهَا أَجْرُ الْقَرَابَةِ‏‎ ‎وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ

“Aku pernah berada dalam masjid, ketika itu aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Bersedekahlah kalian (para wanita) walaupun dengan perhiasan kalian.’ Sementara Zainab biasa memberikan infak kepada Abdullah dan anak-anak yatim yang berada dalam pengasuhannya. Zainab berkata kepada Abdullah, ‘Tanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah boleh bagiku memberikan infak kepadamu dan kepada anak-anak yatim yang dalam asuhanku?’ Abdullah berkata, ‘Kamu saja yang bertanya kepada Rasulullah.’ Aku pun pergi ke tempat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di depan pintu aku menjumpai seorang wanita dari kalangan Anshar, keperluannya (permasalahannya) sama dengan keperluanku. Ketika itu Bilal melewati kami, maka kami pun memanggilnya dan meminta kepadanya, ‘Tanyakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah boleh bagiku memberikan infak kepada suamiku dan kepada anak-anak yatimku yang dalam asuhanku?’ Kami juga berpesan, ‘Jangan engkau beritahu kepada Nabi siapa kami berdua.’ Bilal pun masuk ke tempat Nabi dan bertanya kepada beliau. Setelahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Siapa dua wanita yang bertanya itu?’ Bilal menjawab, ‘Zainab.’ ‘Zainab yang mana?’ tanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bilal menjawab, ‘Istri Abdullah.’ ‘Iya, boleh dan ia akan mendapatkan pahala karena menyambung hubungan kekerabatan dan pahala sedekah’.” (HR. Al-Bukhari no. 1466 dan Muslim no. 2315)

Suatu ketika Ummul Mukminin, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أَلِيَ أَجْرٌ أَنْ أُنْفِقَ عَلَى‎ ‎بَنِي أَبِي سَلَمَةَ، إِنَّمَا‎ ‎هُمْ بَنِيَّ. فَقاَلَ: أَنْفِقِي‎ ‎عَلَيْهِمْ، فَلَكِ أَجْرُ مَا‎ ‎أَنْفَقْتِ عَلَيْهِمْ

“Apakah aku mendapatkan pahala bila aku memberikan infak kepada anak-anak Abu Salamah [2]? Mereka itu anak-anakku sendiri.” Rasulullah bersabda: “Berilah infak kepada mereka, engkau akan mendapatkan pahala karena memberikan infak kepada mereka.” (HR. Al-Bukhari no. 1467 dan Muslim no. 2317)

Wallahu a’lam bish-shawab.

Penulis : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

Footnote:

[1] Ketika ditanya sehubungan dengan masalah Zainab Ats-Tsaqafiyyah radhiyallahu ‘anha, apakah seorang istri boleh memberikan sedekahnya kepada suaminya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan kebolehannya tanpa mempertanyakan apakah sedekah tersebut sedekah yang sunnah atau sedekah yang wajib (zakat).

[2] Suaminya yang telah meninggal dunia.

[Faedah ini diambil dari artikel “Bersedekahlah!”, silakan baca selengkapnya di http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=669 ]

Tinggalkan komentar